Selasa, 31 Maret 2009

Bantuan Hukum Struktural

Bantuan hukum pada hakekatnya adalah segala upaya pemberian bantuan hukum dan pelayanan hukum pada masyarakat, agar mereka memperoleh dan menikmati semua haknya yang diberikan oleh negara dan bantuan hukum menjadi hak dari orang miskin yang dapat diperoleh tanpa bayaran (Pro Bono Publico) sebaga penjabaran persamaan hak di hadapan hukum.
Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 34 UUD 1945 dimana didalamnya ditegaskan bahwa fakir miskin adalah menjadi tanggung jawab negara. Terlebih lagi prinsip persamaan di hadapan hukum (Equality before the law) adalah hak asasi manusia yang perlu dijamin dalam rangka tercapainya pengentasan masyarakat Indonesia dari kemiskinan, khususnya dalam bidang hukum.

Bantuan Hukum itu sifatnya membela kepentingan masyarakat terlepas dari latar belakang, asal usul, keturunan, warna kulit, ideologi, keyakinan politik, kaya, miskin, dan agama. .Konsep Bantuan Hukum Struktural dicetuskan sebagai konsekwensi cara memandang dan memahami akan hukum dalam pola hubungan sosial yang tidak adil tersebut. Dan oleh karena itu hukum yang sering didambakan dalam masyarakat bahkan sering mengecewakan masyarakat itu sendiri.

Berdasarkan hal tersebut maka sebagai antitesisnya banyak bermunculan Lembaga Bantuan Hukum, baik itu dibawah YLBHI, Universitas maupun Lembaga lembaga nirlaba lainnya. YLBHI sendiri yang menaungi LBH-LBH yang tersebar di daerah-daerah (Propinsi) tidak membatasi diri pada kegiatan bantuan hukum individual saja, tetapi memberikan pelayanan bantuan hukum struktural yaitu bantuan hukum terhadap struktur bawah yang miskin dan buta hukum karena tujuan negara Indonesia selain mencerdaskan kehidupan bangsa tapi juga mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia serta bertujuan mengubah ketidakadilan struktural ke arah keadilan struktural.

Konsep Bantuan Hukum Sturktural atau BHS yang selama ini diterapkan dan menjadi idiologi LBH dan telah melahirkan pemikiran dan gerakan dalam dunia hukum di Indonesia secara revolusioner sekaligus memperkaya wacana dalam teknologi hukum kita.

Konsep BHS
Bahwa persoalan Hukum, Hak Azasi Manusia (HAM) dan Demokratisasi merupakan merupakan sebuah sistem yang saling terkait satu dengan yang lain. Dari ketiga isu sentral tersebut maka YLBHI/LBH senantiasa melakukan penajaman masalah dengan memposisikan perannya sebagai berikut Sehingga LBH memandang persoalan penegakan Hukum, HAM dan Demokratisasi perlu dikongkritkan dengan memberikan batasan sistem kekuasaan negara yang cenderung menjadi Otoritarian. Bermuara pada lahirnya sikap negara yang tidak menghormati nilai-nilai demokratisasi.

Maka, dapat dilihat pada rezim Orde Baru betapa sistem Hukum amat tidak berdaya bahkan justru seringkali hukum hanya sebatas menjadi alat penyiksa bukan sebagai alat Penghukum. Terjadi disorientasi sistem pemerintahan yang berimplikasi pada lemahnya seluruh aspek pembangunan termasuk aspek hukum. Sebab pendekatan negara selalu diarahkan pada pola-pola kekerasan secara struktural. Mengindikasikan bahwa negara tidak mampu memahami persoalan dalam perspektif keadilan bagi rakyatnya, maka yang terjadi adalah lahirnya resistensi rakyat terhadap penerapan sistem tersebut. Pola ini pula mempertegas komitmen LBH bahwa dalam kerangka pemihakan terhadap rakyat miskin dan tertindas, maka peran aktivis YLBHI sebagai critical intermediary dilakukan dalam konteks hubungan antara rakyat dan negara, rakyat dan pemodal / pasar, serta antara kelompok masyarakat. Level pertarungan ini jelas merupakan imbas dari polirisasi sistem politik yang selalu berubah-ubah.

Sebagaimana visi dan misi LBH, peran-peran tersebut dirumuskan dalam 3 peran utama, yakni :
(1) Mempengaruhi kebijakan publik yang menentukan terjaminnya hak-hak ekonomi, sosial , budaya dan hak sipil dan politik. Prasyarat yang mutlak adalah meningkatkan kemampuan dan kepedulian kontrol sosial bagi kekuatan-kekuatan organisasi masyarakat sipil untuk mendorong lahirnya kebijakan publik yang berpihak kepada hak ekonomi, sosial, budaya, dan sipol, baik ditingkat nasional maupun internasional,

(2) Memainkan peran bersama-sama masyarakat sipil dalam menentukan arah transisi politik dengan mendasarkan pada prinsip-prinsip demokrasi, HAM, dan keadilan Gender. Menentukan arah transisi politik berarti memprakarsai dan memanfaatkan ruang publik atas dasar kepentingan masyarakat sipil, dan (3) Memfasilitasi tumbuh dan berkembangnya gerakan rakyat, hal ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan posisi tawar dalam sistem politik makro.

Disamping peran strategis YLBHI tersebut, maka salah satu konsep yang hingga kini masih menjadi konsep yang amat penting bagi setiap kader LBH adalah Konsep Bantuan Hukum Struktural (BHS).

BHS adalah konsep menggunakan hukum sebagai jalan masuk guna mendesakkan perubahan mendasar di sektor lain dengan memperkuat hukum sebagai realitas sosial dan politik. Namun pada mulanya LBH hanya tidak lebih dari sebuah charity yang memberikan bantuan hukum kepada masyarakat kecil sehingga menciptakan pola patronase (ketergantungan) kepada klien. Dan tidak mempunyai pengaruh yang cukup mendasar dalam rangka menuntaskan permasalahan kemiskinan.

Dari pengalaman tersebut, LBH ternyata memandang persoalan dasar dari kemiskinan itu disebabkan oleh sistem. Dengan demikian LBH melihat dirinya di dalam “belantara” pradigma perubahan sosial, posisi dan perannya didalam menegakkan masyarakat sipil vis-a-vis negara, dan berperan sebagai wahana untuk memperkuat dan memberdayakan masyarakat sipil. Jadi mau atau tidak LBH berada dalam faksi transformasi struktural untuk melakukan perubahan yang bersifat struktural dengan secara sadar mengambil risiko dan mengelola konflik. Dari gambaran diatas jelas bahwa LBH berkembang dan terlibat dalam bantuan hukum struktural di mana tidak hanya bersifat hukum, tetapi juga sosial, politis, ekonomis dan kultural.

0 komentar:

Posting Komentar

Modified by Blogger Tutorial

LEMBAGA BANTUAN HUKUM SULAWESI TENGAH ©Template Nice Blue. Modified by Indian Monsters. Original created by http://ourblogtemplates.com Blogger Styles

TOP